Kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan anggaran iklan dan promosi Bank BJB (Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten) menjadi perhatian publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan serangkaian langkah penyelidikan intensif pada pertengahan 2024. Salah satu langkah penting adalah menggandeng Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) untuk menelusuri aliran dana, potensi penghindaran pajak, serta menguatkan bukti terhadap para pihak yang diduga terlibat.
Fenomena ini menyoroti sisi lain dari korupsi — bukan dalam proyek infrastruktur atau pengadaan barang besar-besaran, tetapi dalam alokasi dana promosi dan iklan yang kerap tidak mendapat sorotan publik. Padahal, anggaran iklan yang dikelola oleh lembaga perbankan daerah, terutama milik pemerintah, dapat menjadi ladang basah bagi praktik penggelembungan anggaran, pembayaran fiktif, hingga penghindaran pajak melalui kerja sama dengan vendor palsu.
Artikel ini akan membahas secara menyeluruh perjalanan kasus, mulai dari awal mula dugaan, keterlibatan pihak internal dan eksternal BJB, peran Ditjen Pajak dalam penyelidikan, serta bagaimana KPK menggunakan pendekatan lintas lembaga untuk memaksimalkan penelusuran kerugian keuangan negara.

Bab 1: Latar Belakang dan Kronologi Awal Kasus
1.1 Tentang Bank BJB
Bank BJB adalah salah satu bank pembangunan daerah (BPD) terbesar di Indonesia, dengan aset mencapai ratusan triliun rupiah. Sebagai BUMD yang saham mayoritasnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi Banten, serta berbagai pemda kota/kabupaten, BJB memiliki peran strategis dalam pengembangan ekonomi daerah.
Untuk memperkuat branding dan memperluas penetrasi pasar, Bank BJB mengalokasikan dana besar untuk anggaran promosi dan iklan, termasuk kerja sama dengan media massa, event sponsorship, dan kemitraan dengan agensi kreatif.
1.2 Munculnya Dugaan Korupsi
Pada awal 2024, muncul laporan dari internal BJB dan juga hasil audit awal BPKP yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara realisasi anggaran dan output kegiatan promosi. Beberapa kegiatan disebut fiktif, pembayaran ke vendor tidak bisa diverifikasi, dan terdapat dugaan rekayasa tender pengadaan jasa iklan.
Temuan ini lalu sampai ke telinga penyelidik KPK, yang kemudian membuka penyelidikan awal tanpa status tersangka, guna mengumpulkan data dan keterangan dari pihak-pihak terkait.
Bab 2: Pola Korupsi dalam Anggaran Iklan
2.1 Modus Operandi yang Diduga Digunakan
KPK mendalami dugaan korupsi dalam anggaran iklan Bank BJB dengan menyoroti sejumlah modus umum yang kerap digunakan dalam kasus serupa:
- Mark-up anggaran iklan: Di mana harga yang diajukan jauh melebihi harga pasar.
- Kegiatan fiktif: Pelaksanaan kegiatan promosi yang hanya ada di atas kertas.
- Vendor boneka: Penggunaan perusahaan agensi periklanan yang dimiliki secara tidak langsung oleh pihak internal.
- Kickback dan gratifikasi: Imbal balik dari vendor kepada pejabat BJB setelah pembayaran dilakukan.
- Manipulasi kontrak dan SPJ: Dokumen pertanggungjawaban yang dipalsukan.
2.2 Mengapa Anggaran Promosi Rawan Disalahgunakan
Promosi dan iklan berada dalam wilayah abu-abu yang sulit diverifikasi dampaknya secara kuantitatif. Tidak seperti pembangunan fisik yang hasilnya nyata, iklan bersifat intangible. Hal ini membuat audit dan pengawasan menjadi lebih menantang, terutama jika tidak ada dokumentasi yang kuat.
Bab 3: Kolaborasi KPK dan Ditjen Pajak
3.1 Alasan Menggandeng Ditjen Pajak
KPK membutuhkan data dan informasi aliran uang serta profil pajak dari pihak-pihak yang terlibat, terutama vendor iklan dan pejabat internal BJB. Dalam hal ini, Ditjen Pajak memiliki akses terhadap data Surat Pemberitahuan (SPT), faktur pajak, dan transaksi keuangan mencurigakan yang dilaporkan melalui sistem perpajakan elektronik.
Dengan kerja sama ini, KPK dapat:
- Menelusuri jejak aliran dana ke rekening pribadi atau perusahaan terafiliasi.
- Mengidentifikasi perusahaan fiktif yang tidak melaporkan pajak.
- Menelusuri ketidaksesuaian antara omzet dan pembayaran pajak.
- Membuka peluang penyidikan tindak pidana perpajakan sebagai pintu masuk untuk jerat pidana tambahan.
3.2 Mekanisme Pertukaran Data
Kerja sama dilakukan melalui Nota Kesepahaman (MoU) antara KPK dan Ditjen Pajak. Data disampaikan secara selektif berdasarkan kebutuhan penyelidikan. Ditjen Pajak memberikan informasi pajak vendor dan pihak terkait, sedangkan KPK menyampaikan bukti awal yang relevan untuk dianalisis lebih lanjut.
Bab 4: Analisis Dugaan Kerugian Keuangan Negara
4.1 Estimasi Nilai Kerugian
Meski belum diumumkan secara resmi, beberapa sumber menyebut bahwa nilai kerugian negara dari pengelolaan anggaran iklan BJB ini bisa mencapai puluhan miliar rupiah. Kerugian ini terdiri atas:
- Pembayaran kegiatan yang tidak pernah dilaksanakan.
- Pembayaran ke perusahaan yang tidak memiliki kapabilitas (perusahaan fiktif).
- Kerugian akibat penghindaran pajak melalui faktur palsu atau tidak sah.
4.2 Dampak terhadap Laporan Keuangan dan Laba Bank
Jika kerugian ini tidak diungkap dan dihapuskan dari laporan keuangan, maka akan terjadi distorsi besar pada laporan laba bersih Bank BJB. Ini berpotensi menyesatkan pemegang saham dan publik, serta melanggar prinsip tata kelola perusahaan (GCG) yang sehat.
Bab 5: Pihak-Pihak yang Diduga Terlibat
5.1 Pejabat Internal Bank
Beberapa nama dari jajaran manajemen dan bagian pemasaran menjadi sorotan utama. Posisi seperti Kepala Divisi Pemasaran, Direktur Konsumer, hingga pejabat pengadaan ditengarai mengetahui dan menyetujui anggaran secara tidak wajar.
KPK juga menyelidiki apakah keputusan pengeluaran dana iklan ini mendapat persetujuan dewan direksi dan komisaris, atau dilakukan tanpa koordinasi formal.
5.2 Vendor dan Agensi
Beberapa agensi periklanan yang menerima dana dalam jumlah besar dari BJB juga diperiksa. Salah satu indikator kuat adalah perusahaan yang memiliki alamat tidak jelas, minim karyawan, dan tidak pernah melaporkan pajak, tetapi menerima dana miliaran rupiah.
KPK menyoroti adanya hubungan personal atau afiliasi bisnis antara pemilik agensi dan pejabat BJB.
Bab 6: Reaksi dan Sikap dari Pihak Bank BJB
6.1 Tanggapan Resmi Manajemen
Manajemen Bank BJB menyatakan mendukung penuh proses hukum yang dilakukan KPK. Mereka juga menyatakan akan melakukan audit internal untuk memperkuat transparansi. Namun, pihak bank juga menekankan bahwa hingga saat ini belum ada putusan hukum tetap, sehingga semua pihak masih dalam status terperiksa.
6.2 Peninjauan Sistem Pengawasan Internal
Sebagai bentuk mitigasi, Bank BJB mulai memperbaiki sistem kontrol internal, khususnya pada:
- Prosedur pengadaan jasa iklan.
- Verifikasi vendor dan due diligence.
- Proses pelaporan kegiatan promosi secara transparan dan terdokumentasi.
Bab 7: Dinamika Politik dan Publik di Balik Kasus
7.1 Sikap Pemerintah Daerah sebagai Pemegang Saham
Sebagai pemilik saham mayoritas, Pemprov Jawa Barat dan Pemprov Banten turut menyoroti kasus ini. Gubernur dan kepala daerah menuntut transparansi, karena kerugian yang timbul secara langsung akan berdampak pada dividen dan kontribusi terhadap APBD.
7.2 Sorotan Publik dan LSM
LSM antikorupsi mendorong agar KPK menindak tegas kasus ini, mengingat BJB adalah lembaga yang dikelola dengan uang rakyat. Publik menuntut transparansi total terhadap hasil penyelidikan, dan berharap kasus ini menjadi pintu masuk untuk bersih-bersih di sektor BUMD.
Bab 8: Implikasi Hukum dan Strategi Penegakan
8.1 Potensi Jerat Hukum Berlapis
Pihak-pihak yang terlibat bisa dikenai berbagai pasal, antara lain:
- UU Tipikor untuk penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara.
- UU Perpajakan untuk penghindaran pajak dan penerbitan faktur fiktif.
- Tindak pidana pencucian uang (TPPU) jika ditemukan pencampuran dana hasil kejahatan dengan aset legal.
8.2 Strategi KPK ke Depan
KPK disebut akan menggunakan strategi follow the money — menelusuri seluruh aliran dana dari awal hingga akhir. Jika ditemukan bukti kuat, status kasus bisa naik ke penyidikan, dengan penetapan tersangka dari pihak internal bank dan vendor.
KPK juga akan meminta bantuan PPATK untuk menelusuri transaksi keuangan mencurigakan lintas rekening dan negara.
Bab 9: Pelajaran dan Rekomendasi Reformasi Sistemik
9.1 Pentingnya Reformasi Anggaran Iklan di BUMD
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa anggaran non-fisik seperti promosi dan iklan harus mendapat pengawasan ketat, bukan hanya fokus pada proyek fisik.
Reformasi harus mencakup:
- Standar nasional pengelolaan anggaran promosi BUMD.
- Audit berbasis dampak (impact-based auditing).
- Keterbukaan data vendor dan kegiatan promosi.
9.2 Perluasan Kolaborasi Antarlembaga
Model kerja sama KPK dan Ditjen Pajak patut diapresiasi dan diperluas. Ke depan, KPK juga bisa bekerja sama dengan:
- LKPP untuk pengawasan pengadaan.
- BPKP dan BPK untuk audit lanjutan.
- Kementerian Dalam Negeri untuk pembinaan BUMD.
Kesimpulan: Harapan Menuju BUMD Bersih dan Profesional
Kasus dugaan korupsi dalam anggaran iklan Bank BJB menunjukkan bahwa korupsi tidak selalu terjadi pada mega-proyek atau pembangunan fisik. Bahkan kegiatan promosi dan komunikasi bisa menjadi ladang korupsi yang terselubung dan berdampak besar terhadap keuangan negara.
Dengan menggandeng Ditjen Pajak, KPK menunjukkan pendekatan multidisiplin dalam pemberantasan korupsi — bahwa data perpajakan, aliran dana, dan struktur perusahaan bisa menjadi senjata utama membongkar praktik kotor yang sebelumnya tersembunyi.
Harapannya, kasus ini tidak hanya menghasilkan efek jera, tetapi juga mendorong perbaikan sistemik di tubuh BUMD, khususnya dalam hal transparansi anggaran dan pengelolaan vendor. Publik layak mengetahui bagaimana uang mereka dikelola, dan negara berkewajiban memastikan bahwa setiap rupiah digunakan secara bertanggung jawab.
Baca Juga : VIDEO: Kang Dedi Mulyadi Turun Langsung Rayakan Persib Juara Bersama Bobotoh