Dunia dikejutkan oleh pernyataan resmi dari Islamabad: pemerintah Pakistan mencalonkan Donald John Trump, mantan Presiden Amerika Serikat, sebagai kandidat peraih Nobel Perdamaian tahun 2026.
Pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri Pakistan dalam konferensi pers yang disiarkan secara nasional dan diliput oleh media internasional. Ia menyatakan bahwa Trump layak menerima Nobel Perdamaian atas “perannya dalam menengahi gencatan senjata di Timur Tengah, mendorong normalisasi antara negara-negara Muslim dan Israel, serta usahanya menarik AS dari konflik berkepanjangan.”
Langkah ini segera memicu gelombang reaksi—dari dukungan tak terduga hingga kecaman tajam.

BAB II: Alasan Pakistan Mencalonkan Trump
1. Peran Trump dalam Kesepakatan Abraham
Pakistan menyebut salah satu alasan utama pencalonan ini adalah keberhasilan pemerintahan Trump dalam mencetuskan Abraham Accords—kesepakatan damai antara Israel dan beberapa negara mayoritas Muslim seperti UEA, Bahrain, Maroko, dan Sudan.
Meskipun Pakistan sendiri belum membuka hubungan diplomatik resmi dengan Israel, pemerintah Pakistan mengakui bahwa kesepakatan ini mengurangi eskalasi militer di kawasan dan menciptakan ruang baru untuk diplomasi.
2. Penarikan Pasukan AS dari Afghanistan
Trump juga dinilai berjasa dalam proses penarikan pasukan AS dari Afghanistan melalui kesepakatan dengan Taliban di Doha. Pakistan, sebagai tetangga langsung Afghanistan, menganggap langkah ini sebagai bentuk pengurangan konflik di kawasan yang selama puluhan tahun berdampak langsung pada keamanan domestik Pakistan.
3. Diplomasi Korea Utara
Walau tidak berujung pada denuklirisasi penuh, upaya Trump bertemu langsung dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, dianggap Pakistan sebagai terobosan diplomasi yang langka. Dua kali pertemuan puncak, di Singapura dan Hanoi, menjadi simbol de-eskalasi dalam salah satu konflik nuklir paling genting.
4. Perspektif Strategis Pakistan
Langkah pencalonan ini juga dilihat sebagai manuver strategis Pakistan dalam menciptakan kedekatan baru dengan kekuatan politik di Amerika Serikat, khususnya menjelang Pemilu AS 2024 yang dapat memperbesar kans Trump untuk kembali ke Gedung Putih.
BAB III: Tanggapan dari Dunia Internasional
1. Reaksi Amerika Serikat
- Partai Republik menyambut pencalonan ini dengan antusias. Beberapa senator bahkan mengeluarkan pernyataan resmi yang mendukung langkah Pakistan.
- Partai Demokrat dan kalangan liberal mengkritik keras, menyebut ini sebagai “distorsi sejarah” dan “penghinaan terhadap semangat Nobel.”
2. Respon Negara-Negara Arab
Beberapa negara Teluk, seperti UEA dan Bahrain, secara diam-diam mengapresiasi langkah Pakistan. Namun Arab Saudi belum memberikan komentar resmi.
Di sisi lain, Iran, Suriah, dan Lebanon mengecam keras pencalonan ini. Mereka menilai Trump bertanggung jawab atas eskalasi ketegangan dengan Iran dan kebijakan pro-Israel yang merugikan perjuangan Palestina.
3. Eropa dan PBB
Beberapa diplomat Eropa menyatakan keterkejutannya atas pencalonan ini, namun menyebut proses Nobel adalah hak prerogatif Komite Nobel Norwegia dan semua negara memiliki hak mengajukan nama kandidat.
BAB IV: Siapa yang Berhak Mencalonkan Kandidat Nobel?
Menurut peraturan Komite Nobel Norwegia, siapa saja yang berhak mencalonkan peraih Nobel Perdamaian adalah:
- Anggota parlemen dan pemerintahan dari negara manapun
- Profesor di bidang sosial, hukum, filsafat, sejarah
- Mantan penerima Nobel
- Direktur lembaga perdamaian
Dalam hal ini, pencalonan oleh pemerintah Pakistan sah secara hukum Nobel.
BAB V: Kontroversi Rekam Jejak Trump
1. Kebijakan “America First” dan Isolasionisme
Kritikus menilai kebijakan Trump justru memperkeruh hubungan internasional, termasuk menarik diri dari:
- Kesepakatan Iklim Paris
- Kesepakatan Nuklir Iran (JCPOA)
- WHO (Organisasi Kesehatan Dunia)
Langkah-langkah ini dipandang merusak kolaborasi global dan mempersempit ruang diplomasi.
2. Kekacauan Internal di AS
Mereka yang menentang pencalonan Trump sebagai kandidat Nobel juga menyoroti:
- Retorika penuh kebencian terhadap imigran dan Muslim
- Kekerasan rasial dan pembiaran terhadap supremasi kulit putih
- Perannya dalam insiden penyerbuan Capitol Hill, 6 Januari 2021
Bagi para penentang, ini membuktikan bahwa Trump lebih pantas disebut figur yang memecah-belah daripada menyatukan.
BAB VI: Analisis Geopolitik: Apa yang Dicari Pakistan?
1. Upaya Redefinisi Hubungan Strategis
Setelah ketegangan dengan AS dalam isu Taliban, drone, dan embargo militer, Pakistan tampaknya ingin membuka kembali kanal komunikasi dengan tokoh kuat Partai Republik.
2. Peningkatan Citra Global
Sebagai negara yang kerap diidentikkan dengan isu terorisme, Pakistan tampaknya ingin menunjukkan diri sebagai aktor konstruktif dalam perdamaian global.
Mencalonkan figur besar seperti Trump bisa memberi Pakistan panggung internasional, sekaligus mengirim sinyal kepada Barat bahwa Islamabad bukan hanya berorientasi ke Timur (China), tetapi masih aktif dalam politik perdamaian global.
BAB VII: Prospek Trump Menang Nobel – Mungkinkah?
1. Peluang Realistis
Dalam sejarah Nobel, beberapa tokoh kontroversial pernah menang:
- Henry Kissinger (1973), meski dituduh sebagai arsitek perang Vietnam
- Menachem Begin dan Anwar Sadat (1978), meski terkait konflik bersenjata
Dengan preseden ini, secara teknis, Trump tetap berpeluang meraih Nobel, terutama jika dia kembali menjabat presiden dan sukses dalam upaya perdamaian baru.
2. Kendala Moral dan Simbolik
Namun, banyak pihak menilai bahwa menganugerahkan Nobel kepada Trump akan merusak legitimasi moral Nobel Perdamaian, yang idealnya diberikan kepada tokoh-tokoh seperti:
- Aktivis kemanusiaan
- Mediator damai di wilayah konflik
- Pejuang HAM dan non-kekerasan
BAB VIII: Komite Nobel Angkat Bicara
Komite Nobel Norwegia mengonfirmasi bahwa mereka menerima pencalonan resmi atas nama Donald Trump dari Pemerintah Pakistan. Namun, dalam pernyataan resminya, mereka menegaskan:
“Pencalonan bukan berarti pengakuan. Kami akan melakukan kajian independen terhadap semua kandidat yang diajukan.”
Proses seleksi Nobel dilakukan secara tertutup dan hanya diumumkan setelah pengumuman pemenang.
BAB IX: Reaksi Masyarakat Sipil dan Dunia Akademik
1. Pro dan Kontra di Kalangan Cendekiawan
- Pendukung Trump di kalangan akademisi konservatif menganggap pencalonan ini sah karena peran diplomatik Trump tidak bisa diabaikan.
- Akademisi progresif dan liberal menyebut langkah Pakistan sebagai “manipulasi politik” dan bentuk oportunisme internasional.
2. Media Sosial dan Opini Publik
Tagar seperti #TrumpForNobel dan #NotMyNobel langsung trending di X (dulu Twitter). Warga global terbagi antara:
- “Trump lebih layak daripada Obama yang dulu menang padahal sedang berperang.”
- “Ini penistaan terhadap nilai Nobel.”
BAB X: Simbol, Strategi, atau Sandiwara?
Pencalonan Trump oleh Pakistan membuka banyak pertanyaan:
- Apakah ini benar-benar karena pertimbangan perdamaian?
- Apakah ini hanya bagian dari diplomasi simbolik Pakistan?
- Ataukah ini bentuk sandiwara politik untuk menarik perhatian global?
Apapun jawabannya, langkah ini telah menempatkan Pakistan dalam sorotan diplomasi global. Trump sendiri belum memberikan komentar resmi, meski dalam pidato kampanye terbarunya ia menyebut:
“Itu bukti bahwa saya telah membawa kedamaian, bukan perang. Mereka tahu itu, dunia tahu itu.”
Penutup: Nobel Perdamaian dan Politik Global
Sejarah Nobel menunjukkan bahwa perdamaian bukan sekadar tentang hasil akhir, tetapi juga niat, proses, dan dampaknya terhadap manusia. Pencalonan Donald Trump oleh Pakistan mengingatkan kita bahwa perdamaian kini bukan hanya urusan idealisme, tetapi juga instrumen politik dan diplomasi internasional.
Apakah Trump benar-benar akan mendapatkan Nobel Perdamaian 2026, atau apakah ini akan menjadi catatan kaki dalam sejarah diplomasi dunia, hanya waktu yang bisa menjawab.